MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
TENTANG PENYELESAIAN UTANG PIUTANG DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAIRUS ASLAM
NIM: 1816010160
DOSEN PEMBIMBING : Dr. ROZALINDA, M.Ag.
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1440 H/2019M
ABSTRAK
Islam adalah agama yang paling sempurna dan komprehensif, mencakup dan mengatur segala urusan kehidupan manusia, baik yang berkaitan dengan masalah akidah (keyakinan), ibadah (ritual), muamalah (interaksi sesama makhluk), ekonomi, politik, maupun akhlak dan adab. Kafalah menurut bahasa kafalah berarti adh dhamman (jaminan), sedangkan menurut pengertian syara ‟kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan / permintaan dengan materi sama atau hutang, atau barang atau pekerjaan. Hiwalah diambil dari kata tahawwul (berpindah) atau tahwil (pemindahan). Hiwalah maksudnya adalah memindahkan utang dari tanggungan muhiil (pengutang pertama) kepada tanggungan muhaal ‘alaih (pengutang kedua). Dalam hiwalah ada istilah muhiil, muhaal, dan muhaal ‘alaih. Muhiil artinya orang yang berutang, sedangkan muhaal artinya pemberi utang, adapun muhaal ‘alaih adalah orang yang yang akan membayar utang. Hiwalah merupakan salah satu tindakan yang tidak membutuhkan ijab dan qabul, dan dipandang sah dengan kata-kata apa saja yang menunjukkan demikian, seperti “Ahaltuka” (saya akan menghiwalahkan), Atba’tuka bidainika ‘alaa fulaan” (saya akan pindahkan utangmu kepada si fulan) dsb. Taflis atau bangkrut secara bahasa berasal dari kata fallasa-taflisan artinya tidak mempunyai harta. Secara istilah defenisi taflis adalah:``Keputusan hakim terhadap orang yang berutang sebagai orang yang bangkrut yang menyebabkannya ia terlarang untuk melakukan tindajan hukum terhadap hartanya”. Hajru menurut bahasa berarti tadyiq wa mana’u (membatasi dan menghalangi). Sementara itu pengertian hajru menurut istilah adalah:`Membatasi manusia dalam mempergunakan hartanya”Hanafiyah menyatakan hajru merupakan:``ungkapan yang dipergunakan terhadappencegahan tertentu untuk orang tertentu dan terhadap tindakan hukum tertentu”
Kata kunci : Kafalah, hiwalah, taflis dan hajru
A. PENDAHULUAN
Mata kuliah fiqih muamalah merupakan salah satu dari mata kuliah yang sangat penting untuk dipelajari dalam dunia islam,didalam mata kuliah ini kita akan membahas banyak sekali pelajaran yang sebelumnya kita tidak mengetahui tentang bagaimana cara menetapkan hukum dari kasus yang muncul dari berbagai persoalan yang kita hadapi. Pada pembelajaran kali ini kita akan membahas penyelesaian hutang piutang. Dalam penyelesaian hutang piutang kita akan membahas defenisi, dasar hukum, rukun dan syarat, fatwa dsn mui dan aplikasi dari kafalah, hiwalah, taflis dan hajru. Dengan adanya pembelajaran mata kuliah ini yaitu mata kuliah Fiqih muamalah tentang materi kafalah, hiwalah, taflis dan hajru ini kita bisa mempelajari ataupun mengetahui defenisi, dasar hukum, rukun dan syarat, fatwa mui, pengaplikasiannya dalam ekonomi syariah. Serta tujuannya yaitu kita bisa mengetahuinya dan dapat menerapkan ataupun mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari
B. PEMBAHASAN
1.KAFALAH (DHAMANAH)
a.Pengertian dan dasar hukum
a.Pengertian dan dasar hukum
Secara etimologi, kafalah berarti menggabungkan (adh-dhamu), menaggung (hawalah) dan jaminan (za’amah). Secara terminologi, kafalah sebagai berikut, menurut Wahbah Zuhaili, sebagaimana yang dikutip oleh Fathurrahman Djamil, kafalah ialah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggung (makful’amhu, ashil). Menurut fatwa DSN-MUI, kafalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’anhu, ashil). Golongan Hanafiyah berpendapat kafalah yaitu penggabungan tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain dalam masalah tuntutan badan, utang ataupun harta. Golongan Syafiiyah berpendapat kafalah yaitu akad yang menghendaki tetapnya suatu hak yang pasti dalam tanggungan orang lain atau menghadirkan benda yang ditanggung atau menghadirkan orang yang harus dihadirkan.
Ulama dan kaum muslimin sepakat bahwa kafalah diperbolehkan, karena masyarakat membutuhkan terhadap akad semacam ini. Kafalah dapat membantu beban orang yang berutang agar lebih ringan bahkan membebaskanya dari tanggungan utang. Sementara bagi pihak yang mempunyai piutang kafalah akan membuat lebih tenang karena harta yang dipinjamkanya ada yang menjamin.
b. Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum kafalah yang menjadi pertimbangan bolehnya akad kafalah yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan Al-Quran surat Yusuf ayat 72, yang artinya
“Dan barang siapa yang dapat mengembalikan piala raja maka dia akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta dan aku yang menjamin terhadapnya.”
Berdasarkan Al-Quran surat Al- Maidah ayat 2, yang artinya
“...Dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
Ijma bahwa ulama sepakat tentang kafalah berdasarkan Hadist berikut “Kami pernah berada disisi Rasulullah SAW kemudian di datangkan jenazah, lalu orang-orang berkata; ‘wahai Rasulullah SAW, shalatkan dia’. Beliau bertanya, ’Apakah dia meninggalkan sesuatu ?, .mereka menjawab, tidak. Beliau bertanya, ’Beliau bertanya: ‘Apakah ia mempunyai utang?’ mereka menjawab, ‘tiga dinar’. Beliau bersabda: ‘Shalatlah kalian atas teman kalian,. Abu Qatadah berkata: ‘shalatilah dia, wahai Rasulullah, dan aku yang menjamin (pembayaran) utangnya. Kemudia beliau menshalatinya.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Nasa’i)
c. Rukun dan Syarat Kafalah
Rukun khafalah menurut Hanafiyah dan Muhammad adalah ijab dan kabul yaitu yang berasal dari kafil (orang yang menjamin), seperti ’’saya bertanggung jawab untuk menghadirkannya” atau ‘’saya menjamin utangnya” sedangkan ijab berasal dari orang yang berhutang. Namun menurut Abu Yusuf dan jumhur fuqaha rukun kafalah hanyalah ijab saja, sedangkan kabul tidak termasuk rukun khafalah.
d. Syarat-syarat kafalah adalah:
Kafil atau dhamin atau za’im yaitu orang yang menjamin dimana ia diisyaratkan sudah baliqh, berakal, tidak dicegah membelanjakan harta (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
Madmun lah yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh yang menjamin.
Madmun ‘anhu atau makful’anhu adalah orang yang berhutang.
Madmun bih atau makful bih adalah utang,barang atau orang, disyaratkan pada mafkul bih dapat diketahui dan tetap keadaannya,baik sudah tetap maupun akan tetap.
Lafadz disyaratkan keadaan lafazh itu berarti menjamin, tidak digantungkan pada sesuatu dan tidak berarti sementara.
e. Penerapan Kafalah dalam Perbankan Syariah
1.Bank Garansi yaitu surat jaminan yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pihak ketiga atas permintaan nasabah sehubung dengan transaksi ataupun kontrak yang telah mereka sepakati sebelumnya. Pemberian jaminan ini biasanya disyaratkan oleh pihak ketiga kepada mitra kerjanya, yang tujunya mendapatkan kepastian dilaksanakanya isi kontrak sesuai dengan yang telah disepakati. Apabila terjadi cidera janji oleh mitra kerjanya, berdasarkan surat jaminan bank (bank guarante) maka pihak ketiga dapat mengajukan klaim kepada bank penerbit garansi, asal saja semua syarat-syarat untuk mengajukan klaim telah terpenuhi. bank garansi berfungsi sebagai covering risk jika salah satu pihak lain atau cidera janji memenuhi kewajibanya dimana pihak bank mengambil alih resiko tersebut. Transaksi penjaminan diberikan oleh penanggung (kafil) atau bank kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi keajiban pihak kedua (makful’anhu atau ashil) atau nasabah.
2.Latter of Credit,instrumen of credit diterbitkan oleh bank adalah untuk memperlancar transaksi perdagangan Internasional baik eksport maupun import antara negara yang berperan sebagai jembatan penghubung, pengambilalihan resiko bagi masing-masing pihak terkait sehingga mereka merasa lebih aman untuk melakukan transaksi.
3. Kartu Syariah (syariah Card) adalah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antar para pihak berdasarkan prinsip syariah
f. Fatwa DSN MUI
Akad kafalah diterapkan di perbankan syariah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 11/DSN-MUI?IV/2000 tentang kafalah. Diperbankan syariah, prinsip-prinsip kafalah dapat diaplikasikan dalam bentuk pemberian bank guarante ,latter of credit dan syariah card. Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan, akan memperoleh manfaat berupa fee yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap pendapatan mereka.
Ketentuan umum kafalah yaitu pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Lalu dalam akad kafalah penjamin dapat menerima fee sepanjang tidak memberatkan. Lalu kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
2 .HIWALAH (PEMINDAHAN HUTANG)
a..Pengertian Hawalah
Secara etimologi hawalah atau hiwalah berasal dari kata halaasy-syai,i haulan berarti berpindah. Tahawwala min maqanihi artinya berpindah dari tempatnya. Adapun hiwalah secara terminologis adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang memindahkan) kepada tanggungan muhal`alaih (orang yang berhutang kepada muhil). Hiwalah menurut pasal 20 ayat (13) komplikasi Hukum Ekonomi Syariah adalah pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muha’alaih. Hiwalah ialah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.
b. DHukum Hiwalah
Hukum hawalah adalah boleh (jaiz) disyariatkan dalam islam. Ini berdasarkan hadis dan ijma’. Dasar dari hadis bahwa abu hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda : penundaan (pembayaran utang) oleh orang kaya adalah kezaliman.``Jika salah seorang dari kamu sekalian dipindahkan utangnya kepada orang kaya,ikutilah” (HR.Bukhari Muslim).
Dasar dari ijma’ adalah ulama sepakat diperbolehkannya hiwalah secara umum karena manusia membutuhkannya.
c. Rukun dan Syarat hiwalah
Rukun hawalah terdiri atas:
Muhil (peminjam)
Muhal (pemberi pinjaman)
Muhal`alaih (penerima hiwalah)
Muhal bihi (utang)
d. Akad
Syarat hawalah menurut komplikasi hukum ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
Para pihak yang melakukan akad hiwalah harus memiliki kecakapan hukum.(pasal 362).
Peminjam harus memberitahu kepada pemberi pinjaman bahwa ia akan memindahkan utangnya kepada pihak lain.
Persetujuan pemberi pinjaman mengenai rencana peminjam untuk memindahkan utang adalah syarat diperbolehkannya akad hiwalah.
Akad hawalah dapat dilakukan jika pihak penerima utang menyetujui keinginan peminjaman (pasal 363 ayat 1 sampai dengan ayat 3).
Pemindahan utang tidak disyaratkan adanya utang dari penerima utang kepada pemindah utang.
Pemindahan utang tidak disyaratkan adanya sesuatu yang diterima oleh pemindah utang dari pihak yang menerima utang sebagai hadiah atau imbalan (pasal 364 ayat 1 dan 2).
Adapun syarat sah hiwalah menurut prof.Abdullah Muhammad ath-Thayyar ada empat yaitu:
Persamaan dua hak karena hiwalah adalah memindahakan hak. Ia dipindahkan sebagaiman sifatnya yang ada yang mencangkup jenis, sifat, penempatan (perikatan) dan tenggang waktu. Jika ada perbedaan antara dua hak menyangkut salah satu dari dua hal tersebut, maka hiwalah tidak sah.
Hiwalah pada utang yang telah tetap. Tidak sah pada utang transaksi salam karena sifatnya tidak tetap yaitu transaksi salam dapat dibatalkan jika barang yang ditransaksikan bermasalah.
Hiwalah dilakukan pada harta yang diketahui. Jika hawalah terjadi jual beli, maka tidak boleh pada barang yang tidak diketahui. Jika hiwalah pada pemindahan hak maka harus pada barang yang dapat diserah terimakan, sedangkan barang yang tidak diketahui tidak dapat diserah terimakan.
Hiwalah dilakukan dengan kerelaan muhil (orang yang memindahkan) dan muhal (orang yang menerima pindahan)
Penerapan Hiwalah pada Perbankan Syariah
Akad hawalah dapat diterapkan pada hal-hal berikut:
1. Fuctoring atau anjak piutang, dimana nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada pihak bank.
2. Pengalihan utang (takeover) KPR
3. Kkredit atau kartu debit syariah
e. Fatwa DSN MUI
Ketentuan umum aplikasi hiwalah di perbankan syariah diatur dalam fatwa DSN NO.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang hawalah dengan ketentuannya sebagai berikut:
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi,atau menggunakan cara-cara komonikasi modern.
Hiwalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal atu muhtal dan muhal’alaih.
Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
Jika transaksi hiwalah telah dilakukan,pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhal dan muhal ‘alaih dan hak penangihan muhal berpindah kepada muhal’alaih.
3 .Taflis (Bangkrut/Pailit)
a. Pengertian
Taflis atau bangkrut secara bahasa berasal dari kata fallasa-taflisan artinya tidak mempunyai harta.Secara istilah defenisi taflis adalah:
``Keputusan hakim terhadap orang yang berutang sebagai orang yang bangkrut yang menyebabkannya ia terlarang untuk melakukan tindajan hukum terhadap hartanya”.
Secara etimologi taflis berarti pailit, tekor atau jatuh miskin. Orang yang pailit disebut muflis yaitu orang yang tekor dimana hutangnya lebig besar dari asetnya.
Dengan demikian taflis merupakan keadaan seseorang yang banyak utang yang menyebabkan ia tidak dapat membayar semua utang dengan harta yang dimilikinya sehingga hakim menyatakan ia bangkrut yang berakibat ia terlarang melakukan tindakan hukum terhadap harta yang dimilikinya. Sementar itu musfil merupakan orang yang tidak memiliki harta atau secara istilah adalah orang yang tidak dapat melunasi hutangnya dengan harta yang dimilikinya. Dalam kajian hukum perdata, keadaan seseorang yang banyak utang yang menyebabkan ia tidak dapat membayar semua utang dengan harta yang dimilikinya diistilahkan dengan pailit atau bankrupt.
Ibnu Rusyd berpendapat,taflis adalah ``Apabila utang menghabiskan harta orang yang berutang sehingga tidak bisa melunasi utangnya”
b .Syarat-Syarat Penetapan Taflis
Seseorang dinyatakan pailit harus memenuhi beberapa keadaan,yaitu:
Utang menghabiskan hartanya.
Ia dituntut untuk melunasi utangnya.
Dinyatakan pailit dengan keputusan hakim.
Sedangkan syarat-syarat yuridis seseorang atau perusahaan dapat dinyatakan pailit dalam undang-undang kepailitan ; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepilitan pasal 1 dan Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 pasal 2 adalah permohonan pernyataan pailit diajukan oleh orang yang berhak,yaitu:
Pihak debitur
Satu atau lebih kreditor
Jaksa untuk kepentingan umum
Bank Indonesia jika debiturnya bank
Badan pengawas pasar modal
Menteri keuangan jika debiturnya perusahaannya asuransi
4 .Hajru (Pengampunan)
a. Pengertian
Hajru menurut bahasa berarti tadyiq wa mana’u (membatasi dan menghalangi). Sementara itu pengertian hajru menurut istilah adalah:
``Membatasi manusia dalam mempergunakan hartanya”
Hanafiyah menyatakan hajru merupakan:
``ungkapan yang dipergunakan terhadap pencegahan tertentu untuk orang tertentu dan terhadap tindakan hukum tertentu”
Malikiyah berpendapat hajru adalah
``Sifat hukmiyah (ketetapan hukum syara’) yang menyebabkan seseorang tercegah membelanjakan hartanya secara langsung melebihi kemampuannya”.
Dari definisi ini,hajru menurut malikiyah berlaku bagi anak kecil, orang gila, orang lemah akal, orang bankrut, dan lain sebagainya. Mereka ini tercegah membelanjakan hartanya melebihi kemampuanya. Syafiiyah mendefinisikan hajru dengan pembatasan untuk melakukan tindakan hukum terhadap karena sebab-sebab tertentu, ini berarti hajru merupakan pencegahan terhadap seseorang untuk mentransaksikan harta kekayaanya, baikmenjual, menghibahkan atau bentuk transaksi lainya lantaran masih anak- anak atau karena hilang akal, bodoh, pemboros ataupun karena keputusan hakim untuk menahan atau disita hartanya karena dinyatakan pailit.
b. Dasar hukum
``Dan janganlah kamu serahkan hartamu kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
c. Pembagian Hajru
Hajru (pembatasan) terhadap seseorang guna menjaga hak orang lain termasuk dalam kelompok ini adalah:
Pembatasan terhadap orang yang pailit dari penggunaan hartanya demi menjaga hak para debitur.Hal ini telah dilakukan Rasulullah Saw, terhadap harta Mu’az yang mempunyai banyak hutang. Orang yang mempunyai hutang, tetepi dia tidak sanggup melunasi utangnya hakim wajib untuk menghajrunya (membatasinya). Jika para para debitur menghendaki hal itu. Sehingga orang pailit tersebut tidak merugikan mereka. Hakim boleh menjual harta orang yang pailit jika dia tidak mau menjualnya, berdasarkan pada perbuatan Rasulullah di atas. Harta itu pun dibagikan mereka masing-masing.
Pembatasan terhadap orang yang sakit yang diperkirakan akan meninggal dunia akan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan terhadap hartanya. Hajru terhadapnya dimaksudkan untuk menjaga hak ahli waris.
Pembatasn terhadap orang yang menggadaikan harta dilarang mentransaksikan harta yang digadaikan untuk menjaga hak penerima gadai atau debitur.
Hajru (pembatasan) seseorang untuk menjaga hak sendiri.Termasuk dalam kelompok ini adalah:
Anak kecil
Orang yang hilang akal
Pemboros atau orang yang menyia-nyiakan hartanya.
C. KESIMPULAN
Didalam Islam terdapat 4 jenis dari penyelesaian hutang yang sesuai dengan kasusnya. Setiap kasus berbeda-beda pula objek dan kejadianya. Didalam setiap kasus ini telah jelas hukum dasar dan bagaimana pengimplmentasianya di dalam kehidupan secara langsung. Secara formalnya keputusan itu di buat besama-sama oleh Dewan Syariah nasional. Dewan Syariah nasional ini merupakan badan Majelis Ulama Indonesia yang mengawasi sistem perekonomian syariah di Indonesia. Jadi tidak ada keraguan lagi akan bercampurnya atau kekeliruan hukum yang telah di tetapkan dalam penyelesaian utang piutang ini. Cara-caranya yaitu kafalah, hiwalah, taflis dan hajru.
DAFTAR PUSTAKA
Ghansam,dkk.(2017).Problematika Aplikasi Ekonomi Syariah, Jurnal Bina Mulia Hukum,Vol. 2, No. 1, hlm. 74.
Hakim,Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga
Mardani. 2015. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
Mardani. 2016. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana
Mustafa, Imam.2016. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers
Rozalinda. 2017. Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers
Suhendri, Hendri. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers
CATATAN KAKI
1Mardani,Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), cet. 1, hlm. 239.
2 Rozalinda,Fikih Ekonomi Syariah, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2017), cet.2, hlm. 272.
3 Imam Mustafa,Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm.222.
4 Hendri Suhendri,Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),cet. 9, hlm. 190.
5 Rozalinda,op.cit, hlm. 273.
6 Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah,(Jakarta: Kencana, 2016),cet. 4, hlm. 305.
7 Rozalinda,Fikih Ekonomi Syariah, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2017), cet.2, hlm. 281.
8 Ibid., hlm 277
9 Mardani,Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), cet. 1, hlm. 242
10 Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hlm.123.
11 Ghansam,dkk,Problematika Aplikasi Ekonomi Syariah, Jurnal Bina Mulia Hukum,Vol. 2, No. 1, 2017, hlm. 74.
12 Rozalinda,op.cit., hlm. 293.
13 Rozalinda,op.cit., hlm.299 .

Tidak ada komentar:
Posting Komentar